Temans,
Suatu hari pernah ada yang bercerita pada saya tentang sebuah kisah pada jaman rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam . Saya lupa redaksinya dan lupa fokus cerita pada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau pada salah seorang sahabat (mohon kalau ada yang lebih tahu memberitahukan). Diceritakan bahwa beliau tersebut sangat memuliakan sahabat-sahabatnya dan memperlakukan mereka dengan sedemikian rupa sehingga seolah-olah bagi setiap sahabatnya mereka masing-masing lah yang paling istimewa. Keren ya ^_^
Empat tahun yang lalu, beberapa bulan setelah wisuda-di bulan September, salah seorang sahabat pernah mengirimi saya kartu menasehati saya “Jangan pernah melupakan sahabatmu, karena di suatu saat dia bisa jadi salah namun di saat lain dia juga pernah berbuat baik” (thx ya bu, dikau mungkin sudah lupa, tapi kartunya selalu kusimpan, apalagi nasehatmu itu ^_^) Pun di waktu lain aku mengintip blog seorang teman, katanya ada beberapa sms yang tidak pernah dihapusnya. Salah satunya adalah sms berbunyi : “Apa Kabar Iman ? Semoga selalu melangkah maju. Apa Kabar Hati ? semoga selalu bersih dari kelabu. Apa kabar Cinta? semoga selalu berpeluh rinduNya”. Sms itu juga tidak pernah kuhapus, karena saling menasehati memang keren
Persahabatan,
Suatu saat saya pernah bersepakat bahwa persahabatan juga akan melewati ujian. Sayapun pernah mengalaminya. Dan saya rasa hampir semua orang pernah mengalaminya. Ketika masalah tersebut lewat, kadang saya merasa sedih mungkin ketika hal itu terjadi saya pernah sangat menyakiti sahabat saya, baik itu lewat ucapan, perbuatan, disengaja maupun (merasa) tidak disengaja. Banyak hati yang selembut sutera…
Tapi percayalah, dibalik segala kesalahan, sahabat sejati tak pernah bersungguh-sungguh ingin menyakiti sahabatnya.
Kenapa saya tiba-tiba menuliskan ini? Karena baru-baru ini saya menjumpai kasus 2 orang yang telah bersahabat lama, bertahun-tahun, tiba-tiba bertengkar karena (sedikit) salah paham yang menurut saya sangat besar potensi untuk kembali berbaikan. Namun kemudian ternyata salah satu pihak merasa ‘tidak ingin lagi seperti dulu’ karena di matanya ‘kejadian itu’ sangat terlalu menyakitkan. Sang teman menyakiti hati secara verbal dan bahasa tubuh. Dan kemudian silaturahmi keduanya memburuk walau masih bertegur sapa.
Awalnya saya bingung, bagaimana bisa pertemanan yang telah terjalin begitu lama sampai ke taraf ‘tak bisa baikan lagi’ hanya karena peristiwa sesaat?. Namun kemudian saya sadar, sebagai ’pihak luar’ saya tidak bisa men-judge apapun, karena bagaimanapun saya tidak pernah benar-benar berada di situasi tersebut.
Peristiwa ini kemudian membuat saya berfikir lama. Menjaga sesuatu memang jauh lebih susah dibanding ketika memulainya.
Tiba-tiba saya teringat sahabat-sahabat saya. Orang-orang yang bagi saya sungguh spesial. Saya yakin, dengan segala ketidak sempurnaan saya, pastilah ada saat-saat dimana saya pernah tersalah, sengaja maupun tidak. Pasti ada.
Tiba-tiba saya teringat sahabat-sahabat saya, yang bagi saya rata-rata memiliki jiwa besar, kelembutan hati, penyayang, penuh empaty, good listener dan merupakan sosok-sosok yang selalu saya cari ketika ingin bertukar fikiran. Walaupun untuk topik-topik yang berbeda-beda. Saya merasa sangaaat bersyukur telah diberi hadiah sahabat-sahabat yang begitu indah.
Ya… bagi saya, sahabat adalah hadiah;
Ya… bagi saya, sahabat adalah anugerah;
Karena mereka tak hanya menasehati saya namun saya berharap juga memaafkan saya (semoga). Karena alhamdulillah kami sampai saat ini masih saling bertukar kabar.
Ya… bagi saya, sahabat adalah amanah;
Karena ternyata butuh penjagaaan yang serius agar tetap indah selamanya. Kembali kepada peristiwa di atas, saat berbincang dengan salah satu dari pihak yang berkonflik tersebut, kemudian banyak sekali hikmah yang kemudian dapat saya peroleh